Kamis, 05 November 2009

Kisah Cinta Yang Mengagumkan (Nyata)

Kisah yang menyentuh, tentang suami istri yang saling mencintai dan saling setia. Mudah2an dapat menjadi renungan dan motivasi bersama di hari ini.

“Namaku Linda & aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberiku sebuah pelajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat & mengagumkan penuh gairah seperti dalam novel-novel roman, walau begitu menurutku ini adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari itu semua.

Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda alhabsyi & ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan & kata ayahku ia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk kedalam ruangan & saat itu ia tahu, inilah wanita yang akan menikah dengannya. Itu menjadi kenyataan & kini mereka telah menikah selama 40 tahun & memiliki tiga orang anak, aku anak tertua, telah menikah & memberikan mereka dua orang cucu.

Mereka bahagia & selama bertahun-tahun telah menjadi orang tua yang sangat baik bagi kami, mereka membimbing kami, anak-anaknya dengan penuh cinta kasih & kebijaksanaan.

Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Saat itu beberapa ibu-ibu tetangga kami mengajak ibuku pergi kepembukaan pasar murah yang mengobral alat-alat kebutuhan rumah tangga. Mereka mengatakan saat pembukaan adalah saat terbaik untuk berbelanja barang obral karena saat itu saat termurah dengan kualitas barang-barang terbaik.

Tapi ibuku menolaknya karena ayahku sebentar lagi pulang dari kantor. Kata ibuku,”Mama tak akan pernah meninggalkan papa sendirian”.

Hal itu yang selalu dicamkan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang wanita aku harus patuh pada suamiku & selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang wanita harus bisa menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu menurut mereka, itu hanya janji pernikahan, omong kosong belaka. Tapi aku tak pernah memperdulikan mereka, aku percaya nasihat ibuku.

Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami mengalami duka, setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi & menjadi lumpuh. Dokter mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi, & dia harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat tidur.

Ayahku, seorang pria yang masih sehat diusianya yang lebih tua, tapi ia tetap merawat ibuku, menyuapinya, bercerita banyak hal padanya, mengatakan padanya kalau ia mencintainya. Ayahku tak pernah meninggalkannya, selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya, ia masih suka bercanda-canda dengan ibuku. Ayahku pernah mencatkan kuku tangan ibuku, & ketika ibuku bertanya ,”untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua & jelek sekali”.

Ayahku menjawab, “aku ingin kau tetap merasa cantik”. Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, ia merawat ibuku dengan penuh kelembutan & kasih sayang, para kenalan yang mengenalnya sangat hormat dengannya. Mereka sangat kagum dengan kasih sayang ayahku pada ibuku yang tak pernah pudar.

Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum,”…kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku…kau tahu kenapa?” Aku menggeleng & ibuku melanjutkan, “karena aku tak pernah meninggalkannya…”

Itulah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi & ibuku, Yasmine Ghauri, mereka memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang tanggung jawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, & cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.

Rabu, 04 November 2009

TENTANG SUNNAH DAN BID’AH

Sebelum kita membahas tentang Ahlussunnah wal jamaah, kita coba pahami dahulu tentang hakikat sunnah dan bid’ah. Pada dasarnya ahlussunnah wal jamaah muncul salah satunya dari dasar pemahaman konteks sunnah dan bid’ah yang sebenarnya.
As Sunnah
Berbicara tentang As Sunnah secara bahasa dan istilah sangat penting sekali. Di samping untuk mengetahui hakikatnya, juga untuk mengeluarkan mereka-mereka yang mengakui sebagai Ahlus Sunnah. Mendefinisikan As Sunnah ditinjau dari beberapa sisi yaitu sisi bahasa, syari’at dan generasi yang pertama, ahlul hadits, ulama ushul, dan ahli fiqih.
As Sunnah menurut bahasa
As Sunnah menurut bahasa adalah As Sirah (perjalanan), baik yang buruk ataupun yang baik. Khalid bin Zuhair Al Hudzali berkata:
Jangan kamu sekali-kali gelisah karena jalan yang kamu tempuh
Keridhaan itu ada pada jalan yang dia tempuh sendiri.
As Sunnah menurut Syari’at Dan Generasi Yang Pertama
Apabila terdapat kata sunnah dalam hadits Rasulullah atau dalam ucapan para sahabat dan tabi’in, maka yang dimaksud adalah makna yang mencakup dan umum. Mencakup hukum-hukum baik yang berkaitan langsung dengan keyakinan atau dengan amal, apakah hukumnya wajib, sunnah atau boleh. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari 10/341 berkata: “Telah tetap bahwa kata sunnah apabila terdapat dalam hadits Rasulullah, maka yang dimaksud bukan sunnah sebagai lawan wajib (Apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak akan berdosa, pent.).”
Ibnu ‘Ajlan dalam kitab Dalilul Falihin 1/415 ketika beliau mensyarah hadits ‘Fa’alaikum Bisunnati’, berkata: “Artinya jalanku dan langkahku yang aku berjalan di atasnya dari apa-apa yang aku telah rincikan kepada kalian dari hukum-hukum i’tiqad (keyakinan), dan amalan-amalan baik yang wajib, sunnah, dan sebagainya.”
Imam Shan’ani berkata dalam kitab Subulus Salam 1/187, ketika beliau mensyarah hadits Abu Sa’id Al-Khudri, “di dalam hadits tersebut disebutkan kata ‘Ashobta As Sunnah’, yaitu jalan yang sesuai dengan syari’at.” Demikianlah kalau kita ingin meneliti nash-nash yang menyebutkan kata “As Sunnah”, maka akan jelas apa yang dimaukan dengan kata tersebut yaitu: “Jalan yang terpuji dan langkah yang diridhai yang telah dibawa oleh Rasulullah. Dari sini jelaslah kekeliruan orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu yang menafsirkan kata sunnah dengan istilah ulama fiqih sehingga mereka terjebak dalam kesalahan yang fatal.
As Sunnah Menurut Ahli Hadits
As sunnah menurut jumhur ahli hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah baik berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).
As Sunnah Menurut Ahli Ushul Fiqih
Menurut Ahli Ushul Fiqih, As Sunnah adalah dasar dari dasar-dasar hukum syaria’at dan juga dalil-dalilnya. Al Amidy dalam kitab Al Ihkam 1/169 mengatakan: “Apa-apa yang datang dari Rasulullah dari dalil-dalil syari’at yang bukan dibaca dan bukan pula mu’jizat atau masuk dalam katagori mu’jizat”.
As Sunnah Di Sisi Ulama Fiqih
As Sunnah di sisi mereka adalah apa-apa yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Di sini bisa dilihat, mereka yang mengaku sebagai ahlus sunnah -dengan menyandarkan kepada ahli fikih-, tidak memiliki dalil yang jelas sedikitpun dan tidak memiliki rujukan, hanya sebatas simbol yang sudah usang. Jika mereka memakai istilah syariat dan generasi pertama, mereka benar-benar telah sangat jauh. Jika mereka memakai istilah ahli fiqih niscaya mereka akan bertentangan dengan banyak permasalahan. Jika mereka memakai istilah ulama ushul merekapun tidak akan menemukan jawabannya. Jika mereka memakai istilah ulama hadits sungguh mereka tidak memilki peluang untuk mempergunakan istilah mereka. Tinggal istilah bahasa yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah dalam melangkah, terlebih menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya.
Namun dari berbagai macam definisi diatas, kiranya bisa kita simpulkan yang dimaksud sunnah secara etimologi (makna bahasa) seperti yang disampaikan oleh Syaikh Abul Baqa’ yang dikutip oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam bukunya Risalah Ahlissunnah Wal Jamaah, beliau mengatakan Sunnah: jalan, cara dan metode tertentu walau itu tidak diridhoi Allah SWT. Sedang secara syar’i, sunnah adalah nama istilah dari metode yang telah ditetapkan dan dijalankan oleh Rasulullah atau selain rasulullah yang memiliki pemahaman yang baik dalam urusan agama, seperti para sahabat nabi, tabi'in dan ulama salaf. Rasulullah saw bersabda:
"Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku (jalanku) dan sunnah para penggantiku setelah kematianku."
Adapun sunnah menurut kacamata urf (kebanyakan orang) adalah sesuatu yang sudah menjadi amalan rtuin dari orang yang menjadi panutan umum baik itu nabi, wali, kiai, tokoh atau ustadz.
Sedangkan BId'ah adalah menciptakan atau memunculkan sesuatu amalan yang ada kesan bagian dari Syariat agama, padahal amalan tersebut pada hakikat dan bentuknya bukan bagian dari syariat agama. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang menciptakan dalam urusanku, yakni urusan agama islam, sesuatu yang bukan bagian dari urusanku, maka sesuatu itu (harus) ditolak".